Pada 27 Januari 2025, masyarakat Jepang dan Korea Selatan memperingati sebuah tragedi yang terjadi dua puluh empat tahun yang lalu, yang masih menyisakan dampak emosional mendalam di kalangan banyak orang. Pada tanggal tersebut, seorang pelajar asal Korea Selatan meninggal dunia setelah ditabrak kereta di stasiun Tokyo, Jepang. Tragedi ini tidak hanya mengguncang kedua negara, tetapi juga menjadi simbol dari berbagai permasalahan sosial dan ketegangan hubungan internasional pada masa itu. Kejadian tersebut memicu perdebatan tentang rasialisme, xenofobia, dan perlunya peningkatan perlindungan terhadap imigran dan warga asing di Jepang. Dua dekade lebih setelah kejadian tragis ini, peringatan 24 tahun kematiannya terus menjadi sebuah refleksi atas hubungan yang rumit antara Korea Selatan dan Jepang.
Latar Belakang Tragedi
Pada 27 Januari 2001, seorang pelajar Korea Selatan bernama Ahn Jeong-hwan (nama samaran) ditemukan tewas setelah terjatuh di jalur kereta di Stasiun Shinjuku, Tokyo. Saat kejadian, Ahn, yang merupakan mahasiswa pertukaran asal Seoul, tengah dalam perjalanan untuk menemui temannya di stasiun tersebut. Namun, sebuah insiden terjadi ketika Ahn didorong oleh seorang pria Jepang yang tampaknya tidak menyukai keberadaan orang asing di stasiun tersebut. Dorongan tersebut menyebabkan Ahn kehilangan keseimbangan dan jatuh ke jalur kereta yang sedang datang. Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat dan tragis, mengakibatkan Ahn terlindas oleh kereta yang melaju.
Meski Ahn sempat dibawa ke rumah sakit terdekat, nyawanya tidak dapat diselamatkan. Kejadian ini langsung memicu gelombang perasaan marah dan kesedihan baik di Korea Selatan maupun di Jepang. Bagi banyak orang Korea Selatan, kematian Ahn menjadi simbol dari perasaan tidak aman yang dialami oleh orang asing, khususnya orang Korea, di Jepang.
baca juga : Serie A : Persaingan Ketat di Liga Italia 2024/2025
Motif dan Latar Belakang Pelaku
Kematian Ahn Jeong-hwan memunculkan banyak pertanyaan mengenai latar belakang pelaku yang mendorongnya hingga terjatuh di jalur kereta. Pelaku, yang diketahui adalah seorang pria Jepang berusia sekitar 40-an, mengklaim bahwa ia tidak bermaksud untuk menyebabkan kecelakaan fatal tersebut. Ia mengaku merasa terganggu dengan keberadaan orang asing di ruang publik, sebuah pandangan yang mengungkapkan adanya sentimen negatif terhadap orang luar di kalangan sebagian masyarakat Jepang.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa pelaku adalah seorang pria dengan pandangan ekstrem tentang kebangsaan Jepang, yang selama ini berusaha untuk menghindari interaksi dengan orang asing. Ia dikatakan telah beberapa kali terlibat dalam insiden serupa, meskipun tidak dalam konteks yang sama fatalnya. Dalam hal ini, tragedi Ahn mengungkapkan potensi bahaya dari sentimen xenofobia yang dapat menyebabkan kekerasan terhadap individu yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kebijakan politik atau sosial yang ada.
Namun, beberapa ahli menyatakan bahwa tidak semua warga Jepang memiliki pandangan seperti itu, dan kebanyakan masyarakat Jepang menanggapi insiden tersebut dengan kecaman terhadap tindakan pelaku, yang lebih dilihat sebagai tindakan yang sangat terisolasi dan ekstrem. Meski demikian, insiden tersebut tetap menyoroti ketegangan sosial yang terjadi, yang melibatkan interaksi antara warga Jepang dan imigran, khususnya orang Korea.
Reaksi dari Korea Selatan dan Jepang
Setelah kejadian tersebut, pemerintah Korea Selatan mengecam keras tindakan pelaku yang menyebabkan kematian Ahn, menyebutnya sebagai tindakan kebencian yang tidak dapat diterima dalam masyarakat internasional. Pemerintah Korea Selatan juga mengangkat isu tentang perlunya perlindungan lebih besar terhadap warga negara asing yang tinggal di Jepang, terutama mereka yang berada di bawah program pertukaran pelajar. Pemerintah Korea Selatan menuntut agar pelaku dijatuhi hukuman yang sesuai dan menjadi contoh bagi mereka yang berpotensi melakukan tindakan kekerasan terhadap orang asing.
Di sisi lain, masyarakat Jepang sendiri juga terkejut dan berduka atas insiden tersebut. Banyak orang Jepang yang merasa prihatin dengan kejadian tersebut dan menekankan bahwa tindakan pelaku bukanlah representasi dari pandangan mayoritas masyarakat Jepang. Sebagai respon, berbagai organisasi di Jepang mulai mengadakan kampanye kesadaran anti-xenofobia dan pro-toleransi untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga hubungan baik antara Jepang dan negara-negara tetangga, termasuk Korea Selatan.
Namun, meskipun ada kecaman luas terhadap tindakan pelaku, tragedi ini memperjelas ketegangan yang ada dalam hubungan antara Jepang dan Korea Selatan. Sejarah panjang perselisihan antara kedua negara, yang dimulai dari era penjajahan Jepang di Korea, memperburuk ketegangan sosial ini. Pada saat yang sama, tragedi ini memunculkan pertanyaan lebih luas tentang bagaimana masyarakat Jepang menghadapi keragaman etnis dan budaya, serta bagaimana sentimen terhadap orang asing bisa mempengaruhi hubungan internasional.
Dampak Jangka Panjang
Tragedi kematian Ahn Jeong-hwan tidak hanya mengangkat isu xenofobia, tetapi juga berdampak pada kebijakan perlindungan terhadap orang asing di Jepang. Sebagai respons terhadap insiden tersebut, beberapa organisasi internasional dan lembaga di Jepang mulai memperjuangkan hak-hak imigran dan warga asing, terutama yang berada di program pertukaran pelajar atau bekerja di Jepang. Pemerintah Jepang, melalui berbagai program, akhirnya memperkenalkan kebijakan yang lebih ramah terhadap orang asing, termasuk inisiatif untuk meningkatkan pemahaman tentang keragaman budaya dalam masyarakat Jepang.
Namun, meskipun ada upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran dan toleransi, sentimen negatif terhadap orang asing tetap menjadi isu yang tidak sepenuhnya terselesaikan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa warga asing, khususnya mereka yang berasal dari Korea dan China, masih sering menghadapi diskriminasi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan verbal hingga ketidakadilan dalam sistem hukum dan pekerjaan.
Di sisi lain, tragedi ini juga memberikan dampak besar dalam hubungan antara Korea Selatan dan Jepang. Meskipun ada upaya untuk memperbaiki hubungan, sejarah panjang ketegangan antara kedua negara tetap menjadi hambatan dalam menciptakan hubungan yang lebih harmonis. Insiden ini mengingatkan kita akan pentingnya komunikasi, pemahaman antarbudaya, dan upaya bersama dalam membangun masyarakat yang inklusif dan menghargai perbedaan.